Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diam-diam sudah menyiapkan draft Naskah Akademik dan RUU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang disusun melalui Sekjen DPR. Ada 10 poin yang akan dimasukkan dalam revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK itu.
"Kabar yang kita dapat ternyata, wakil ketua DPR Priyo Budi Santoso dengan sudah mengirimkan surat kepada pimpinan Komisi III (hukum) DPR untuk menyusun draft naskah akademik dan RUU KPK," ujar Koordinator bidang hukum ICW, Febridiansyah, dalam jumpa pers di Kantor ICW Jl Kalibata Timur, Jakarta, Minggu (24/4/2011).
Menurut Febri, surat bernomor PW01/0054/DPR-RI/1/2001 dikirimkan Priyo pada tanggal 24 Januari 2011. Dalam surat tersebut tidak tertera jelas siapa pengusung RUU yang diklaim sebagai inisiatif DPR dan apa yang menjadi landasan filosofi dan sosiologis revisi itu.
ICW sendiri menurutnya pernah diundang secara personal untuk membahas revisi UU ini. Dari 10 poin yang disiapkan DPR tersebut, ICW melihat 8 poinnya justru melemahkan kewenangan yang dimiliki KPK.
"Kami tidak melihat ada itikad baik dari DPR untuk memperkuat KPK melalui revisi ini. Buktinya DPR belum mengakui deponeering yang dikeluarkan pada pimpinan KPK Bibit dan Chandra," katanya.
Ada pun 10 hal yang dimasukkan DPR dalam RUU KPK itu yaitu:
1. Tumpang tindih dan rebutan perkara korupsi antar institusi penegak hukum
2. Prosedur KPK melakukan penyadapan
3. Kemungkinan KPK mempunyai penyidik sendiri
4. Perwakilan KPK di daerah
5. Kewenangan menerbitkan SP3
6. Efektifitas pelaksanaan tugas KPK dan kemungkinan peninjauan ulang kewenangan KPK
7. Peningkatan fungsi pencegahan KPK
8. Pelaksanaa koordinasi dan monitoring KPK terhadap penyelenggaraan pemerintah
9. Mekanisme pergantian antar waktu pimpinan KPK
10. Efektivitas atau rencana peninjauan konsep kolektif dalam pengambilan keputusan KPK
�
ICW melihat banyak jebakan dalam poin tersebut. "Ada dua poin yang menjebak yang seolah-olah ingin memperkuat KPK, seperti kemungkinan KPK jadi penyidik tunggal korupsi dan rekruitmen penyidik sendiri. Tapi kita anggap itu hanya gula-gula politik, karena 8 poin lainnya adalah bentuk penyerangan dengan melakukan revisi itu tadi," tandasnya.
ICW meragukan niatan DPR tersebut. Menurut mereka, dari kasus yang ditangani KPK akhir-akhir ini yang banyak menjerat anggota DPR, justru memperlihatkan revisi ini sebagai bentuk ketidaknyamanan pada lembaga independen ini.
"Banyak yang terganggu dengan keberadaan KPK ini memang, bukan hanya anggota DPR yang terganggu, tapi juga di level pemerintah, seperti Ahmad Sujudi, Bachtiar Hamzah, Paskah Suzetta, Hari Sabarno," bebernya.
ICW menilai KPK memang bukan lembaga yang hebat dan nyaris tanpa kekurangan. Tetapi, jika cara menjadikan lembaga nyaris tanpa cacat dengan melakukan revisi, ICW tidak setuju.
"Kalau ada masalah itu wajarlah sebagai lembaga, masih ada kekurangan, tapi tetap kekurangan itu bukan berkiatian dengan norma dan aturan sehingga tidak perlu ada bagian UU yang harus direvisi," tandas pria lulusan UGM ini.